Searching...
Monday, June 5, 2023

HORROR RECEH : Pertama Kali Melihat Pocong

Edisi awal ini saya akan memulai kisah pertama kali (entahlah) saya bertemu pocong. Saya msaih ingat kejadian itu, tapi sedikit ragu dengan perwujudannya. Tetapi bapak saya (yang saat itu bersama saya juga) Mengatakan kepada saya, itu pocong.

Ok, sebelum saya memulai ceritanya langkah baiknya anda membayangkan lokasi & jalan secara imajiner. Atau pun bisa lebih baik sediakan kertas kosong dan ballpoint atau pensil untuk menggambarkannya.
Kita mulai.

Tarik garis lurus dari timur ke barat, lima atau enam centi. Ambil titik tengah garis tersebut, kemudian Tarik garis lurus ke selatan sepanjang 15 cm. Sudah? Itu adalah jalan raya (6cm), dan jalan utama desa (15 cm). Anggap saja dalam 1 cm mewakili 100m. atai 1:10.000.
Jarak 10- 50m ke utara dari jalan raya yang menghubungkan Anyer – Panarukan itu adalah pantai.

Tarik lagi garis dengan jarak 1-1,5 cm dari pertigaan jalan raya dan jalan utama desa melintang dari barat sampai timur juga sebagai jalan kampung, nanti pada ujung titik barat inilah rumah saya. 

Ujung selatan Jalan utama desa, disanalah letak Gedung pertemuan yang pada musim tertentu disewakan ke operator bioskop sebagai Gedung Bioskop. Dan tepat di depan Gedung bioskop itu adalah dua area pemakaman yang terbelah oleh jalan Utama Desa. Area sisi barat lebih luas tapi panjangnya sekitar 150 meteran saja  dari utara ke selatan. Lain dengan yang di sisi timur, lebih sempit tapi memanjang 200meteran lebih. Dan masing-masing area itu ada satu pohon randu yang sangat besar.

Kampung nelayan, tidak setiap saat bapak saya berada di rumah bersama keluarga. Bisa tujuh sampai empat belas hari di laut, dan hanya 3-4 hari saja beradabersama keluarga di rumah. Berputar seperti it terus. Kecuali saat-saat tertentu mereka lebih lama berada di rumah. Misalkan lebaran, ada hajatan, menunggu siaran langsung tinju Elly Pical atau Final Piala Dunia.
Seperti saat itu, ibu saya meminta kepada bapak untuk nonton film di bioskop (saya lupa filmnya, antara film wak haji oma atau film india). Bapak menyanggupi tapi nonton pada jam pemutaran ke-3, karena ada urusan. Entah urusan apa….

Sesampainya berada di rumah, bapak langsung mengajak ibu untuk berangkat nonton. Berhubung salam rumah ini kami hanya tinggal ber-tiga (kalau pas bapak ada di rumah), dan saat itu saya sudah tertidur sekitar jam 10 malam. Saya pun digendong bapak dengan kepala di belakang bertumpu pada pundaknya.
Menurut cerita bapak saat itu ibu saya tidak mau lewat jalan kampung menuju jalan utama desa, dan dari sana naik becak menuju ke gedung bioskop. Ibu lebih memilih jalan pintas. Otomatis melewati gang-gang sempit perkampungan yang lebarnya hanya sekitar 80-150 cm saja. Melewati tegalan/ kebun orang lantas menerabas pembatasnya masuk dan membelah jalan di area pemakaman sisi barat.

Pada saat menerobos pembatas perkebunan orang ke area pemakaman inilah saya terbangun. Entah kenapa….mungkin kaki-kakiku yang menggantung digendongan bapak tersentuh semak-semak kuburan yang lumayang tinggi, mungkin sampai se-pinggang orang dewasa.

Saya hanya diam saat terbangun, dan baru sadar kalau memasuki area pemakaman setelah samar-samar saya melihat patok-patok nisan itu dilewati kaki bapak dan ibu saya. Sedikit ada rasa takut karena gelap dan melihat-patok-patok nisan di sekitar.

“Pak, kok lewat kuburan?” Tanyaku….

“Ooh, sudah bangun? Ya sudah…diam saja.” Kata bapak sambal terus berjalan bersama ibu.

Karena ada rasa takut melihat patok-patok nisan dalam perjalanan ini, mata aku picingkan. Terus terang sudah tidak bisa melanjutkan tidur lagi. Karena bosan dan takut melihat ke bawah dan dibelakang punggung bapak saya yang gelap, saya coba memiringkan kepala ke arah kiri. Sama. Sisi kiri juga gelap kuburan dan kebun samping bioskop. Pindah lagi miringkan kepala ke sisi kanan, ibu ada di sampingng, dan jauh di sana pembatas area pemakaman dengan tembok Gudang ikan berkapur putih sama memanjangnya dari batas ujung barat sampai timur tepi jalan utama desa yang membagi area ini menjadi dua bagian.

Kami melewati sisi selatan pohon Randu besar yang akar-akarnya terangkat setinggi 2-3 meteran itu karena relative lebih terang terkena pencahayaan lampu luar Gedung bioskop. Saat kusapu pandang ke sekitar tembok Gudang itu yang sebagian belakang (barat) masih terhalang pandangan karena tertutup pohon Randu….

Tiba-tiba aku melihat seperti ada yang melayang. 

Coba memperjelas pandangan dengan fokus pada kelebatan benda bergerak tadi, yang seperti dari balik pohon randu besar di tengah kuburan itu. Ah entahlah dari mana dia tadi….karena saat aku mengikuti pandang arah geraknya, benda melayang itu seperti melipir….melayang menempel pada tembok. Seperti kain bergerak ke arah timur dengan kain belakang berkibar seperti tertiup angin. Ini kain atau sarung?

“Pak, ada jemuran sarung jatuh tertiup angin.” Kataku memecah kesunyian.

“Mana?” tanya bapak.

Ibu yang berjalan disamping bapak pun ikut menolah ke kanan dan ke kiri mencari apa yang aku katakana tadi.

Setelah mereka berdua mendapati apa yang aku katakana tadi, (kira-kira dia sudah berpindah lebih dari setengah Panjang bentangan tembok itu)…..

“Sudah. Jangan kamu lihat.” Ujar bapak sambil merubah posisi menggendongku dari menghadap belakang kini seperti di bopong di depan. 

Terus terang aku tidak mengetahui itu apa. Tapi sebelum kita keluar dari area makam itu, ibu saya sempat ngomong (berbicara sama bapak) dengan lirih.

“Dia sembunyi di pohon jeruk keprok.”

“Ya, wis.” Kata bapak pas melangkah keluar di pintu gerbang pemakaman sisi barat. Sampai di jalan utama desa, belok kanan langsung menuju Gedung bioskop yang jaraknya tak lebih 30 meteran lagi

Terus terang saya tak tahu benda apa yang aku lihat melayang tadi. Pemahaman saya adalah jemuran sarung putih yang jetuh dari tapi jemuran tertiup angin kea rah timur, menuju sudut timur area pemakaman yang dekat dengan jalan utama desa.

Jemuran? Apakah ada orang menjemur kain/pakaian di area pemakaman dan tertinggal sampai malam? Walau di balik tembok itu ada penghuni (buruh jemur ikan dan kuli lainnya). Sementara…., tembok Gudang itu sama persis memanjang dari tapal batas sudut barat membentang sampai tapal batas ujung timur pemakaman. Sama -sama menghadap Jalan Utama Desa. Dan hanya mempunyai satu pintu utama untuk keluar masuk semua kegiatan di dalam Gudang. Sama sekali tak ada celah atau pintu di sepanjang batas pemakaman itu, yang menghubungkannya serta tembok yang setinggi 2,5-3 m tak memungkinkan orang harus melompat dari dalam gudang ke balik tembok pas di area pemakaman untuk menjemur pakaian.

Apakah itu pocong? Kain beneran? Atau hanya halusinasi saya?
Kalau itu halusinasi….ibu dan bapak saya bisa melihatnya, bergerak melayang dan berakhir di rimbunnya dahan pohon Jeruk Keprok.

Dan seandainya itu kain, kenapa saat melayang pertama kali saya lihat (entah) dari balik akar besar pohon randu di tengah pemakaman yang sebagian masih menutup pandang tembok bagian barat? Dan malah melayang pelan melipir seolah menempel tembok pembatas gudang? Dan terus bergerak naik turun (melompat?) menyusurinya sampai batas akhir tembok dekat jalan yang ada pohon jeruk keprok rimbun itu?

Padahal jarak pohon besar tengah pemakaman ke tembok Gudang itu sejauh 30 meteran. Dan dari titik awal saya lihat kain tersebut ke pohon Jeruk Keprok kisaran 50-60 meteran. Saya bisa menghitung-hitung jarank seperti itu karena saya ingat betul tempat ini. Karena enam tahunan saya wara-wiri di tempat ini. Sebelah area pemakaman timur adalah sekolah SD saya. Dan selebihnya adalah….pojok depan area pemakaman barat (dekat sama Gedung bioskop) ada makam ibu kandung, kakak pertama, kakek buyut serta anak pakde saya.

Hingga suatu saat, saya sudah SMA dan setelah lulus. Saya sering begadang dampai larut malam dan terkadang pulang pagi.
Karena kebiasaanku saat rermaja seperti itu, maka suatu ketika bapak mengajak aku ngobrol dan memperingatkan sesuatu.

“Kalau kamu sering keluar malam, dan jalan dari kampung ke kampung menemui dan berkumpul dengan temanmu. Ingat. Saat jalan menyusuri kampung jangan mencari gang-gang sempit. Dan ketika berjalanpun ambil posisi di tengah jalan. Jangan sampai kamu menyusur gang-gang itu dengan badan menempel tembok di sampingmu.” Begitu pesan bapak.

“Aku kawatir nanti kamu ditabrak atau berpapasan dengan pocong. Dan selalu biasakan bila terpaksa melewati gang sempit, ngemu idu.” Tambahnya.

Dari situ saya mencari tahu, kenapa saat berjalan di gang sempit harus diusahakan badan jangan sampai menyentuh tembok? Kenapa harus ngemu idu? Memang pocong itu seperti apa?

Bapak menceritakan….bahwa pocong itu berpindah tempat dengan cara melipir ke tembok. Karena itu usahakan kalau berjalan carilah jalan yang lebar. Minimal jangan sampai berjalan di tempat yang sempit apalagi berkelok, dia bisa tiba-tiba muncul di hadapanmu. Dan pocong ini bisa langsung meludahimu. Hati-hati, bila mengenai orang, ludah pocong bisa menyebabkan buduk (penyakit lepra).
Entah refrensi dari mana bapak saya bilang semburan ludah pocong bisa membuat sakit lepra.

Biar bsaat berpapasan dengan pocong dia tidak menyemburkan ludahnya, maka kamu harus meludahinya terlebih dahulu. Nanti dia akan kabur. Dan untuk lebih detailnya peristiwa ini….Ludah Pocong. Akan saya buatkan podcast pengalaman bapak saya pulang malam pada edisi berikutnya.

Dan saya pun menanyakan, apakah yang saya lihat saat kecil ketika kita melintasi kuburan untuk ke Gedung bioskop itu pocong?

“Kamu masih ingat ya? Ya..begitulah pocong.” Jawab bapak

Dari situ….saya fix, yakin apa yang saya lihat saat itu adalah pocong.

*** TAMAT ***

Untuk versi audio bisa disimak pada link berikut
https://spotifyanchor-web.app.link/e/3htD0qLXnAb

0 comments:

Post a Comment

 
Back to top!